Selasa, 02 Mei 2017

Sejarah Asal Muasal Nama Labuhanbatu

Dusun Sungai Pinang (dahulu Kampung Labuhanbatu) yang berada tepatnya tidak jauh dari pinggir Sungai Barumun diyakini menyimpan sejarah asal muasal nama Labuhanbatu.

Desa itu dahulu disebut Kampung Labuhanbatu tepatnya di seberang sungai Barumun. Namun kini dusun yang memiliki sejarah bagi nama Kabupaten Labuhanbatu ini kondisinya masih cukup terisolasi tidak seperti perkembangan desa lainnya.
Begitu juga Desa Sei Siarti sebagai pintu masuk menuju Kampung Labuhanbatu masih cukup sederhana.

Uniknya, meski dikelilingi perkebunan kelapa sawit milik perusahaan swasta dan perkebunan milik pemerintah, justru udara gerah yang menyelimuti Desa Sei Siarti dan juga kampung Labuhanbatu itu. Suasana kesejukan alam pedesaan tidak terasa layaknya desa pada umumnya.

Sementara, perjalanan menuju Desa Sei Siarti ini pun cukup memprihatikan. Karena tidak ditemukan infrastruktur jalan aspal melainkan jalan tanah liat di tengah perkebunan.

Sepanjang jalan, puluhan kilometer sejak dari Jalinsum Negeri Lama hanya ada jalan perkebunan dengan timbunan tanah liat dan sedikit terdapat pengerasan badan jalan dari batu dan kerikil.

Sehingga tak heran, jika hujan menerpa, jalanan itu bak kubangan kerbau. Dan bila musim panas, pengendera harus rela menghirup udara yang diselimuti debu yang beterbangan.

Memang jalan menuju desa ini cukup sepi. Hanya Sesekali melintas kenderaan truk perkebunan dan kenderaan warga yang memiliki keperluan diluar desa tersebut. Tapi siapa sangka, di salah satu dusun yang berada di seberang Sungai Barumun (dahulu Kampung Labuhanbatu) itu, menyimpan sejarah asal muasal nama Labuhanbatu. 

Terbentuknya nama daerah Kabupaten Labuhanbatu memiliki cerita panjang di masa lalu yang tidak banyak diketahui orang.

Konon menurut sejumlah tetua di sana, asal mula nama Labubanbatu berawal dari  sebuah pelabuhan kecil di daerah mereka yang terbuat dari tumpukan bebatuan di  Dusun Sungai Pinang, Kampung Labuhanbatu Kecamatan Panai Tegah, Kabupaten Labuhanbatu.

Pelabuhan itu disebut namanya Labuhanbatu karena memiliki pondasi yang terdiri dari tumpukan batu, kemudian dijadikan warga sebagai Pelabuhan.

Dari dusun terpencil inilah diyakini warga sebagai awal mula terbentuknya nama besar Kabupaten Labuhanbatu. Perlahan-lahan, kemudian pelabuhan tradisional ini belakangan menjadi salah satu daerah pengawasan Belanda.

Termasuk memantau alur transportasi air disepanjang Sungai Barumun yang diawasi Belanda. Sedangkan, di hilir Kampung Labuhanbatu Sungai Barumun itu terdapat dua muara sungai yaitu, Sungai Bilah dan Sungai Barumun.

Kedua aliran sungai itu kemudian mengalir ke pesisir pantai Labuhan Bilik dan berujung ke Selat Malaka.

Seperti diketahui, Selat Malaka merupakan salah satu jalur perdagangan tersibuk dimasa penjajahan Portugis dan Belanda hingga orang Belanda sering menelusuri aliran Sungai Barumun untuk mengawasi pergerakan masyarakat.

Seiring waktu, pelabuhan tradisional yang terdapat tumpukan bebatuan itu cukup dikenal dan masyarakat menyebutnya sebagai "Labuhanbatu".

Seiring waktu, pelabuhan itu semakin tersohor dan menjadi salah satu lokasi transit yang sempat digunakan penjajah Belanda untuk mengambil upeti dari pedagang yang melintas mengangkut perdagangan melalui Sungai Barumun menuju perkampungan di daerah ini.

Lama kelamaan pelabuhan yang terdapat tumpukan batu itu menjadi awal napak tilas terbentuknya asal nama besar Labuhanbatu. Dewasa ini menjadi nama Kabupaten Labuhanbatu.

Namun tidak ada referensi yang jelas kapan digunakan pelabuhan itu sebagai jalur perdagangan di masa lalu.

"Dari cerita kakek kami tidak diketahui secara pasti tahun berapa persisnya Labuhanbatu itu mulai menjadi pelabuhan. Yang jelas cerita orang tua kami, asal mula nama Kabupaten Labuhanbatu itu berasal dari sini," kata Plt Kepala Desa Sei Siarti Muhammad Kenaikan Nasution saat menunjukkan lokasi Labuhanbatu yang kini sudah tidak memiliki jejak sebagai pelabuhan cukup tersohor di daerah itu.

Jika ditelusuri, Labuhanbatu Dusun Sungai Pinang, Kampung Labuhanbatu Kecamatan Panai Tegah itu tidak ada lagi jejak sebagai bukti sejarah adanya sebuah Pelabuhan.

Kondisi banjir yang kerap melanda Sungai Barumun membuat bibir sungai itu tergerus sedikitnya 10 meter per tahun. Akibat itulah, kemudian penyebab hilangnya, jejak adanya pelabuhan di daerah ini pada masa lalu.

Tetapi sekitar 500 meter dari lokasi pelabuhan Labuhanbatu itu, terdapat sebuah kuburan panjangnya mencapai 3 meter lebih. Konon disebut warga setempat merupakan perwira tentara Belanda yang bunuh diri.

Sayangnya, kedua lokasi itu tidak pernah mendapat perhatian dari pemerintah daerah. Kini semak belukar mengelilingi kedua lokasi yang cukup bersejarah bagi nama besar awal terbentuknya Kabupaten Labuhanbatu tersebut.

Bahkan akibat minimnya perhatian dari pemerintah daerah untuk membangun fasilitas umum di perkampungan Labuhanbatu ini, warga tidak dapat bertahan disini.

Kini hanya sekitar 15 KK warga yang dapat bertahan hidup disana dengan cara bertani.

Betapa pentingnya nilai sejarah dalam perkembangan pradapan terbentuknya nama Kabupaten Labuhanbatu kesannya cukup terabaikan.

Karena di sebuah dusun terpencil yang menjadi awal mula nama Labuhabatu itu, belum ditemukan adanya upaya penerintah untuk dapat menjadikan daerah ini memiliki sejarah.

Padahal, tidak hanya untuk Kabupaten Labuhanbatu, tetapi juga Kabupaten Labuhanbatu Utara dan Kabupaten Labuhanbatu Selatan.

Ketiga kabupaten ini sebelum pemekaran terdiri dari satu wilayah yang sama, sehingga kata Labuhanbatu berawal dari dusun yang berada dari daerah yang berada diseberang Sungai Barumun itu.

Itu makanya, daerah asal muasal Labuhanbatu ini cukup penting artinya bagi sejarah Labuhanbatu Raya.
 
Salah seorang tokoh masyarakat di kampung Labuhanbatu (Dusun Sungai Pinang) Abdul Muis Hasibuan, (34) menceritakan, daerah mereka inilah asal mula nama Labuhanbatu yang kini sudah di mekarjan menjadi tiga Kabupaten.

"Dari sinilah asal mula Labuhanbatu. Ini sudah Saya sampaikan kepada dinas Pariwisata Kabupaten  Labuhanbatu. Kami sampaikan juga, disinilah dulu ada pelabuhan dari susunan batu," ungkap.

Ia menyayangkan sikap pemerintah daerah yang terlalu lambat untuk merespon, jika daerah mereka memiliki sejarah terbentuknya nama Kabupaten Labuhanbatu.

Justru menurut Abdul Muis Hasibuan, sampai saat ini tidak pernah ada perhatian pemerintah, sebab daerah itu dibiarkan tanpa memelihara jejak sejarah yang ada.

Padahal, sudah seharusnya pemerintah membuat miniatur pelabuhan di daerah itu. Tentu hal hal itu dianggapnya dapat menggambarkan pelabuhan yang terbuat dari tumpukan batu di masa lalu.
 
Jika tidak ada perhatian dari pemerintah daerah, maka ia menilai pemerintah telah melupakan asal nama Labuhanbatu yang berasal dari daerah mereka.
 
Memang setiap sidang paripurna yang dilaksanakan 17 Agustus, di petikan naskah mengenang Kabupaten Labuhanbatu sering dibacakan secara administrasi pada mulanya Pemerintahan Wilayah Labuhanbatu adalah merupakan bagian dari wilayah Afdeling Asahan.

Pada masa itu, Afdeling dipimpin oleh seorang Asisten Residen (Bupati). Sedangkan, Onder Afdeling dipimpin oleh seorang Controleur (Wedana).

Controleur Labuhanbatu pertama kali berkedudukan di Kampung Labuhanbatu, kemudian tahun 1895 dipindahkan ke Labuhan Bilik, tahun 1924 dipindahkan ke Marbau.

Selanjutnya, tahun 1928 dipindakan ke Aek Kota Batu dan pada tahun 1932 dipindahkan ke Rantauprapat sampai Indonesia memproklamirkan kemerdekaan 17 Agustus 1945, kedudukan Controleur tetap di Rantauprapat.

Namun belum pernah ditelusuri ulang jejak sejarah asal nama Labuhanbatu. Jika pun terdapat simpang siur pendapat, pemerintah daerah perlu melakukan pencaarian jejak Labuhanbatu berasal dari mana.

Sukarno juga pernah berpesan: "Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah" atau disingkat "Jasmerah". Itu merupakan semboyan yang terkenal yang diucapkan oleh Presiden Sukarno. Kiranya pencaharian sejarah nama Labuhanbatu perlu dilakukan dari berbagai pihak.

Sumber : Sindonews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar