MENGENAL SILSILAH MARGA Si RAJA HASIBUAN
Marga sebagai identitas diri khususnya bagi masyarakat suku
batak, merupakan salah satu identitas dalam membina kekompakan serta
solidaritas sesama anggota marga sebagai keturunan dari satu leluhur,
sehingga keutuhan marga – marga itu dalam kehidupan sistem ” Dalihan Na
Tolu ” akan tetap abadi dan lestari sepanjang masa.
Dimana fungsi marga itu adalah sebagai landasan pokok yang menganut
ketertiban dalam masyarakat suku batak mengenai seluruh jenis hubungan
seperti adat dalam pergaulan sehari-hari, dalam adat Dalihan Na Tolu dan
sebagainya. Dalam silsilah masyarakat suku batak ( dalam struktur
tarombo) bahwa si Raja Hasibuan adalah keturunan dari si Raja Sobu, si
Raja Sobu yang hidup pada abad XV atau sekitar tahun 1455 adalah
keturunan ke V dari si Raja Batak, ayahnya bernama Tuan Sorbadibanua
yang memiliki dua orang istri yang pertama bernama Nai Anting Malela dan
memiliki anak lima orang dan istrinya yang ke dua bernama si Baru
Basopaet ( Putri Mojopahit) PUTRI Raja Majapahit adek kandung dari Raden
Widjaya dan memiliki anak tiga orang.Si
Raja Sobu memiliki dua orang anak putra yang bernama Raja Tinandang
atau lebih dikenal dengan bernama Toga Sitompul dan si Raja Hasibuan.
Di masa kecilnya, Toga Sitompul dan si Raja Hasibuan tinggal
bersama orang tuanya di Desa Lobu Galagala yang terletak di kaki Gunung
Dolok Tolong ( Kabupaten Toba Samosir saat ini ) dan setelah beranjak
dewasa si Raja Hasibuan pergi merantau ke Desa Sigaol – Uluan dan
menetap disana yang pada akhirnya menjadi bonapasogit marga Hasibuan,
dan iapun mangalap boruni rajai boru Simatupang dari Muara.
Si Raja Hasibuan memiliki lima anak (putra) dan lima boru (putri),
anak pertama bernama Raja Marjalo dan tinggal di Sigaol – Uluan dan
tetap memakai marga Hasibuan, namun setelah berumah tangga Raja Marjalo
membuat atau membuka perkampungan baru yang bernama Hariaramarjalo di
Lumban Bao Sigaol saat ini, Hariara (pohon Ara) marjalo (namanya) dan
membuat pertanda dengan menanam pohon Hariara (Ara) yang sampai saat ini
masih berdiri kokoh, dan disampingnya telah dibangun Monumen si Raja
Hasibuan yang sudah diresmikan pada tahun 2002 lalu. Anak ke dua adalah
bernama Guru Mangaloksa, pergi merantau ke daerah Silindung dan menetap
disana di kampung Marsaitbosi dan menikah dengan marga boru (putri)
Pasaribu. Keturunan Guru Mangaloksa telah memakai nama/marga baru yaitu
Marga Hutagalung, Marga Hutabarat, Hutatoruan dan Marga Panggabean.
Kemudian keturunan marga Hutatoruan menjadi marga Hutapea dan marga
Lumbantobing, sementara keturunan marga Panggabean ada yang memakai
marga Simorangkir dan keturunan dari Guru Mangaloksa ini dikemudian hari
di kenal dengan sebuatan ” SI OPAT PUSORAN “. Menurut cerita, bahwa
sebahagian keturunan Guru Mangaloksa yang merantau ke Tapanuli Selatan
Sipirok tetap memaki marga Hasibuan, begitu juga dengan marga Hasibuan
dan marga Lumbantobing yang bermukin di Laguboti. Anak ketiga dari si
Raja Hasibuan adalah Guru Hinobaan, pergi merantau ke Barus/Sibolga atau
Asahan tetap memakai marga Hasibuan. Anak ke empat adalah bernama Guru
Maniti dan ini dikabarkan pergi merantau ke daerah Aceh ( Nangro Aceh
Darussalam saat ini) kemungkinan keturunan inilah yang mengaku batak
sampulu pitu (17) ? yang bermukin di kabupaten Alas saat ini, dan hingga
saat ini Parsadaan Pomparan ni Raja Hasibuan dimanapun berada masih
menanti kembalinya keturunan anak yang hilang ini. Anak kelima adalah
Guru Marjalang, pergi merantau ke Padang Bolak/Sibuhuon Tapanuli Selatan
tetap memakai marga Hasibuan.
Sedangkan ke lima boru (putri) si Raja Hasibuan adalah bernama si
Boru Turasi marhamulion/marhuta (kawin) dengan marga Sitorus Pane di
Lumban Lobu, si Boru Tumandi marhamulion/marhuta (kawin) ke marga
Panjaitan di Sitorang, si Baru Taripar Laut marhamulion/marhuta (kawin)
dengan marga Simanjuntak di Sitandohan Balige, si Boru Sande Balige ke
marga Siahaan di Hinalang Balige dan si Boru Patar Nauli ke marga
Siringoringo di Muara, dan ketika diadakan perayaan Monumen si Raja
Hasibuan di Lumban Bao Hariaramarjalo tahun 2002 lalu semua perwakilan
dari si Raja Hasibuan dan boru hadir bersama rombongan masing – masing,
kecuali keturunan dari Guru Maniti yang tidak hadir.
Hingga saat ini, hukum dan tatanan adat tidak memperbolehkan marga
Hasibuan untuk menikah dengan keturunan Guru Mangaloksa, walaupun
berlainan marga begitu juga sebaliknya, tetapi anehnya sesama keturunan
Guru Mangaloksa yang berbeda marga boleh dijadikan suami atau istri.
Paling anehnya lagi, marga Hasibuan disebut tidak memiliki Pogu (empedu)
katanya: Hasibuan na so marpogu on ( Hasibuan yang tidak punya Empedu
ini ), rupanya waktu mudanya si Raja Hasibuan sering ” Lari Pagi ”
bersama kuda kesayangannya, sehingga para tetangga secara iseng memberi
julukan ” na songon hoda mi do ho dang olo loja “(rupanya kamu seperti
kudamu, tidak mau letih),”katanya, atau apakah memang kuda tidak
memiliki Empedu ? atau barang kali si Raja Hasibuan dulunya adalah
pekerja keras sehingga para adeknya semua berhasil mendapat gelar GURU.
Sejarah adalah suatu kisah masa lalu yang kemungkinan besar sulit
diyakini dan dipercaya, bahwa sesuatu yang diceritakan itu benar adanya,
namun alanhgkah baiknya kita sebagai generasi penerus sejarah meyakini
dengan harapan dapat meluruskan suatu sejarah itu untuk sama – sama
memahami demi kemajuan bersama, agar generasi yang akan datang sebagai
generasi penerus dengan nilai positif untuk mengetahui asal usul leluhur
marga, misalnya marga Hasibuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar